top of page
Gambar penulisKusen Dony

TERMINOLOGI DASAR: SHOT

Diperbarui: 9 Okt 2021

Bila membicarakan unit terkecil dalam pembuatan film, banyak orang akan menyebut kata SHOT sebagai bendanya. Tetapi bila diminta untuk mendefiniskannya, banyak orang pula yang kesulitan memaparkannya secara komprehensif. Menurut Soemardjono Demang Wirjokoesoemo, dalam produksi sebuah film shot menjadi material yang sangat penting. Beliau mengibaratkan bahwa film adalah sebuah rumah, maka atap, dinding dan pondasi adalah sebuah sequence. Sedangkan jendela, pilar, pintu, rangka atap dan sebagainya sebagai sebuah scene. Terakhir, material untuk membentuk jendela, pintu dan lain-lain itu diibaratkan sebagai sebuah shot.[1] Oleh karena itu bila melihat perumpamaan dari beliau, dapat dikatakan bahwa shot dapat dikatakan sebagai material dasar film. Pembuat film kemudian akan mengatur sedemikian rupa komponen dasar tersebut hingga menjadi film. Ralph Singleton mendefinisikannya dengan sangat sederhana yaitu satu pengambilan gambar secara terus menerus.[2] Memang terkadang kata shot dimaknai pada aspek teknis semata. Padahal sebenarnya ada aspek yang lebih dari sebuah shot. Sebelum memformulasikan definisi dari shot, dapat dilihat beberapa referensi berikut ini.

Pertama, Virginia Oakey mendefinisikan shot dengan sangat teknikal yaitu perekaman aksi atau imaji menggunakan kamera film dalam wujud serangkaian frame yang berdurasi singkat. Biasanya berdurasi antara 10 sampai dengan 15 detik.[3]

Kedua, Richard Barsam yang menyatakan bahwa sebuah shot karena adanya perekaman dalam satu putaran kamera yang tidak terputus. Durasi shot bisa pendek atau panjang sesuai dengan keinginan sutradara. Akan tetapi panjangnya tidak dapat melebihi panjang bahan baku film di kamera.[4]

Ketiga, menurut James Monaco, shot adalah unit dasar konstruksi film yang direkam tanpa jeda dalam kesinambungan aksi (action). Maksimal durasinya dapat berlangsung selama sepuluh menit (karena kebanyakan bahan baku film hanya mampu menyimpan sepnajang sepuluh menit film.[5]

Keempat, Frank Beaver menyatakan bahwa shot adalah unit dasar konstruksi film. Merupakan perekaman adegan atau objek secara terus menerus dari kamera dijalankan hingga berhenti. Sedangkan ketika film diedit, panjang durasi shot adalah dari satu titik sambung ke titik sambung berikutnya. [6]

Kelima, menurut Williams H. Phillips, shot adalah serangkaian bahan baku film atau videotape yang terekspos (sudah digunakan untuk merekam) dan tanpa terputus. Terdiri dari setidaknya satu frame (gambar tunggal pada bahan baku film atau rekaman video). Shot dapat merekam dan menyajikan subjek atau layar kosong, selama segmen waktunya tidak terputus.[7]

Keenam, David Bordwell, Kristin Thompson dan Jeff Smith menyatakan dalam Film Art: an Introduction bahwa ada dua pengertian dari shot. Dalam perekaman (saat di lapang), dipahami sebagai satu putaran perekaman kamera yang tidak terputus untuk menangkap serangkaian frame. Dalam produksi sebuah film sering juga disebut dengan take. Pada film utuh, shot merupakan satu imaji yang bergerak dan tidak terputus, baik menggunakan mobile framing ataupun tidak.[8]

Ketujuh, shot adalah aksi (action) berkesinambungan pada layar bioskop yang dihasilkan dari segala sesuatu yang tampak dari hasil perekaman kamera tunggal. Shot ini adalah unit pembangun dasar dari semua film. Dalam produksi film biasanya terdiri dari serangkaian shot yang diedit bersama.[9]

Kedelapan, Maria T. Pramaggiore dan Tom Wallis menyatakan bahwa shot adalah serangkaian frame yang tidak interupsi dan merupakan unit dasar ekspresi film. Maksud dari ekspresi film adalah imaji yang maknanya terungkap seiring berjalannya waktu. Secara teoritis, durasi perekamannya bervariasi. Mulai dari satu frame sampai .[10] Mereka menganggap bahwa shot merupakan unit pembangun adegan (scene) yang dialami penonton saat mereka menikmati film.[11]

Kesembilan, Christopher Bowen dalam bukunya yang berjudul Grammar of the Edit menyatakan bahwa shot adalah satu aksi (action) atau peristiwa yang direkam oleh satu kamera pada satu waktu. Shot sendiri merupakan unit bangunan terkecil dari film yang digunakan untuk membuat ilusi gambar bergerak.[12] Pada halaman yang lain beliau menyatakan bahwa shot merupakan hasil perekaman subjek dalam wujud material film. Perekaman tersebut dilakukan dari sudut pandang tertentu. Segala sesuatu yang direkam adalah seseorang (tokoh), tempat atau peristiwa di dalam film yang dilihat dari jarak dan sudut yang unik

Kesepuluh, Daniel Arijon dalam bukunya Grammar of the Film Language, tidak langsung membahas shot secara definitif. Akan tetapi mengajak untuk melihat lebih dalam bahwa dalam bahasa film ada salah satu alat tata bahasa (gramatika) yaitu shot. Durasi sebuah shot dibatasi oleh panjang bahan baku film yang dapat diekspos di kamera tanpa melakukan reloading. Misalnya saja empat menit, sepuluh menit atau tiga puluh menit. Shot dapat diambil secara terus menerus dalam satu bahan baku penuh tanpa terputus. Tetapi shot juga bisa dipecah menjadi penggalan-penggalan aksi (action) dalam film yang nantinya akan disambung dengan shot lain. Adegan (scene) dalam film dapat disyuting berulang kali. Baik seluruhnya atau per bagian dari posisi yang sama atau berbeda. Secara umum, ketika pembuatan adegan (scene) tidak berjalan dengan baik, maka pembuatan shot akan diulang dan diambil dari posisi yang sama. Perubahan posisi kamera digunakan secara lebih sadar, untuk kepentingan editor.[13]

Bila melihat aspek di atas, maka ada beberapa hal yang dapat dijadikan komponen dalam mendefinisikan shot. Pertama, shot merupakan unit pembangun adegan. Kedua, pembuatan shot merupakan perekaman yang tidak terputus dalam bahan baku film. Ketiga, durasi shot ditentukan dari dua aspek yaitu tombol on/off kamera saat di lapang dan titik penyambungan saat di meja editing. Keempat, sebelum menekan tombol on/off atau sebelum menyambung, maka perlu pertimbangan bahwa ada aksi (action) yang nantinya akan ditampilkan di layar dan akan dinikmati oleh penonton.

Dengan empat komponen di atas, maka dapat disimpulkan bahwa shot dapat dilihat dari dua ranah, yaitu ranah produksi (perekaman gambar) dan pascaproduksi (editing). Dalam ranah produksi bisa dikatakan bahwa sebuah shot adalah hasil perekaman dari kamera on hingga kamera off dengan mempertimbangkan mise-en-scéne, sinematografi, editing dan suara serta harus menyesuaikan dengan konsepsi cerita atau skenario.

Sedangkan dalam ranah pasca produksi atau editing, shot adalah hasil pemotongan atau penyambungan dari cut-in (potongan awal) hingga cut-out (potongan akhir) dengan mempertimbangkan mise-en-scéne, sinematografi, suara dan juga harus sesuai dengan konsepsi cerita atau skenario.

[1] Perkuliahan Seomardjono Demang Wirjokoesoemo: Pengantar Teori Film di Fakultas Film dan Televisi – Institut Kesenian Jakarta pada tahun 1997. [2] Ralph S. Singleton, Filmmaker’s Dictionary (Los Angeles : Lone Eagle Publishing Co. 1990), hal. 152. [3] Virginia Oakey, Dictionary of Film and Television Terms, (New York: Barnes & Noble. 1983), hal. 160. [4] Richard Barsam dan Dave Monahan, Looking at Movies: An Introduction to Film, Edisi Ketiga (New York: W.W. Norton & Co. 2010), hal. 557. [5] James Monaco, How To Read A Film: The World Of Movies, Media, And Multimedia, (New York: Oxford University Press. 2000). hal. 129. [6] Frank Eugene Beaver, Dictionary of Film Terms: The Aesthetic Companion to Film Analysis (New York: Twayne’s Publisher. 1994). hal. 311-312. [7] Williams H. Phillips, Film: An Introduction, Edisi Keempat (New York: Bedford/St. Martin's. 2009). hal. 119. [8] David Bordwell, Kristin Thompson dan Jeff Smith, Film Art : an Introduction, Edisi Kesebelas (Chicago: MacGraw-Hill. 2017). hal. G-5. [9] Annette Kuhn dan Guy Westwell, A Dictionary of Film Studies (Oxford University Press. 2012). hal 604. [10] Maria T. Pramaggiore dan Tom Wallis, A Critical Introduction, Edisi Kedua (London: Pearson. 2007), hal. 134. [11] Ibid., 347. [12] Christopher Bowen, Grammar of the Edit, Edisi Keempat (New York: Routledge. 2017). hal. 295. [13] Daniel Arijon, Grammar of the Film Language (Los Angeles: Silman-James Press. 1991). hal 15.

160 tampilan0 komentar

Postingan Terakhir

Lihat Semua

Comentários


bottom of page